Bahagia adalah soal 'rasa', soal perasaan. Umumnya manusia akan merasa bahagia apabila mendapatkan apa yang diinginkannya. Dalam istilah lain sering disebut hidup yang sukses. Antara lain sehat, berkecukupan, dan tercapai citra-citanya.
Bayangkan jika anda berkeinginan punya rumah sendiri. Ketika cita-cita tersebut tercapai maka alangkah bahagianya anda. Begitu juga ketika anda berkeinginan punya motor, mobil, atau apapun lainnya. Ketika keinginan anda itu tercapai maka rasa kebahagiaan tersebut memenuhi dada anda.
Namun, rasa bahagia tersebut biasanya tidak berkepanjangan. Karena sudah sifat manusia, keinginan tiada terbatas, selalu bertambah, sementara kemampuan terbatas. Maka silih bergantilah 'rasa' susah dan senang, sedih dan bahagia menghampiri jiwa manusia. Dan hal tersebut sangat lumrah sekali. Sangat manusiawi sekali. Lalu, mungkinkah bisa manusia itu mencapai kebahagiaan yang langgeng, yang kekal, yang tiada berubah ?
Pertanyaan tersebut sekilah mendapat jawaban 'tidak mungkin' ketika kita hidup di dunia, karena memang dunia tempat 'kesusahan'. Namun tunggu dulu. Mari kita merenung. Bukankah rasa bahagia itu jika kita mendapatkan apa-apa yang kita inginkan. Nah, bertolak dari premis tersebut maka sangat mungkin manusia hidup bahagia yang hakiki jika yang diinginkannya dan ditemukannya itu adalah 'sesuatu' yang hakiki juga.
Bukan berarti manusia tidak bisa bahagia dengan uang yang dimilikinya, walau uang itu sifatnya tidak hakiki. Namun dengan kesadaran bahwa uang adalah bentuk manifestasi dari 'rejeki', sedangkan rejeki adalah bersifat hakiki dari Sang Pemberi Rejeki (Ar-Rozaq), maka kita bisa bahagia dengan uang itu. Bukan uangnya secara bendawi, tetapi kesadaran bahwa uang sebagai wujud rejeki Tuhan maka ia adalah manifestari sifat Rahmah-Nya dan sifat kedermawan-Nya. Begitu juga dengan anugerah yang lain-lainnya.
Namun hal tersebut akan mampu meningkat menjadi pencapaian yang hakiki jika kesadaran kita kita naikkan kepada Dia Yang Maha Pemberi tersebut. Jika cita-cita dan keinginan kita adalah ingin 'berjumpa' dengan-Nya dan berusaha membut-Nya senang (ridlo) maka betapa bahagianya juga kita jika cita-cita dan keinginan tersebut tercapai. Dan, jika hal tersebut tercapai maka kebahagian jenis yang ini tak akan lekang oleh waktu dan keadaan. Mengapa ? Karena sasaran cita-cita dan keinginan kita tersebut adalah Dia Yang Tiada Berubah, Kekal dan Tiada Terpengaruh oleh tempat dan waktu.
Dengan mendapatkan Dia dengan segala 'rasa suka-Nya', kerelaan-Nya, ridlo-Nya dan kasih sayang-Nya, itu sudah menjadi kebahagiaan yang tiada tara dan tiada akan berakhir. Padahal Dia adalah pemilik segala sesuatu. Maha kaya raya. Maha berkuasa. Tentu segala-gala yang kita perlukan juga akan dikasihkan oleh-Nya karena sifat Rahmah-Nya. Sifat belas kasihan-Nya yang tiada terbatas. Apapun yang kita pinta dan Dia beri tiada mengurangi sedikitpun kekayaan dan kemuliaan-Nya.
Salam, Tiknan Tasmaun
Last Updated
2018-04-14T05:18:13Z
KOMEN DENGAN FORMAT BLOGGER :
Posting Komentar
Postingan Populer
-
Anda tahu bekatul kan ? Nggak tahu...sungguh terlalu !!! Ya, bekatul adalah limbah beras. Gabah yang digiling akan menghasilkan limbah berup...
-
Salah satu ujaran dalam falsafah Jawa dikenal dengan istilah CAKRA MANGGILINGAN. Cakra artinya lingkaran atau sesuatu yang serupa rod...
-
Hampir di tiap upacara adat selamatan adat Jawa selalu menyertakan yang namanya 'BUBUR SENGKOLO' yaitu bubur beras yang dicampu...
-
"Milik Allah-lah segala 'tentara' baik di langit maupun di bumi" Dalam filosofi Jawa dikenal dengan istilah 'sedulur...
-
Ada beberapa langkah yang perlu dilakukan untuk menangani masalah penyakit kanker serviks. Ulasan tentang tips pengobatan kanker serviks sec...